Di kalangan pehobi olah raga ekstrim seperti surfing, skydive, skateboard, snowboard, ada sebuah kamera yang sangat populer dan kerap dipakai untuk merekam aksi gila mereka. Inilah kamera GoPro, yang bisa dililitkan pada bagian tubuh tertentu.
Siapa di balik kesuksesan GoPro? Dialah Nicholas Woodman, orang pernah mengalami kebangkrutan besar namun akhirnya mendapat ide yang 'tak dipikirkan orang lain' lalu mendulang sukses berkat kegigihan dan kreativitasnya.
Siapa di balik kesuksesan GoPro? Dialah Nicholas Woodman, orang pernah mengalami kebangkrutan besar namun akhirnya mendapat ide yang 'tak dipikirkan orang lain' lalu mendulang sukses berkat kegigihan dan kreativitasnya.
Foto: techcrunch.com |
Semua berawal ketika perusahaan game-nya, Funbug, bangkrut. Tak hanya itu, ia pun menghancurkan modal para investornya senilai US$3,9 juta. Untuk menenangkan pikiran dan mencari inspirasi ia pergi berselancar ke Australia dan sempat tinggal lima bulan di Bali. Ketika di Bali itulah ia menemukan inspirasinya.
Mungkin terpesona eksotisme pulau dewata, ia ingin memotret pemandangan selama berselancar. Itu hanya bisa dilakukan bila kamera diikat di pergelangan tangan kirinya lalusaat menemukan momen tangan kanan tinggal memencet knopnya.
Woodman pun membeli ikat pinggang dan memodifikasinya sebagai eksperimen. Bahkan kabarnya selama di Bali ia memborong 600 ikat pinggang untuk memuluskan percobannya.
Merasa cukup puas ia pun kembali ke California mematangkan ide bisnisnya. Begitu besarnya minat Woodman, sampai-sampai ia nyaris meninggalkan keluarga dan teman-temannya. Ia tinggal sendiri di mobil VW Combi yang dimodifikasi jadi kamar tidur, dapur, sekaligus labolatoriumnya.
Salah satu peralatan penting yang ada di mobil itu adalah mesin jahit ibunya yang ia gunakan untuk memodifikasi ikat pinggang dari Bali itu menjadi tali kamera yang ia ciptakan. Ia bekerja 18 jam sehari. “Saya hanya keluar (mobil) kalau mau buang air di semak-semak,” katanya mengenang.
Sebelum idenya sempurna ia menjual tali kamera yang dibuatnya dengan menawarkannya pada peselancar yang ditemuinya di pantai-pantai. Harganya jadi berlipat. Saat membeli ikat pinggang di Bali harganya cuma US$1,9 per ikat pinggang, namun ketika sudah menjadi tali kamera, ia bisa menjualnya US$60. Ia pergi menelusuri pantai California menjajakan tali kamera bagi para peselancar. Selama empat tahun ia tinggal di VW Combinya.
Mungkin terpesona eksotisme pulau dewata, ia ingin memotret pemandangan selama berselancar. Itu hanya bisa dilakukan bila kamera diikat di pergelangan tangan kirinya lalusaat menemukan momen tangan kanan tinggal memencet knopnya.
Woodman pun membeli ikat pinggang dan memodifikasinya sebagai eksperimen. Bahkan kabarnya selama di Bali ia memborong 600 ikat pinggang untuk memuluskan percobannya.
Merasa cukup puas ia pun kembali ke California mematangkan ide bisnisnya. Begitu besarnya minat Woodman, sampai-sampai ia nyaris meninggalkan keluarga dan teman-temannya. Ia tinggal sendiri di mobil VW Combi yang dimodifikasi jadi kamar tidur, dapur, sekaligus labolatoriumnya.
Salah satu peralatan penting yang ada di mobil itu adalah mesin jahit ibunya yang ia gunakan untuk memodifikasi ikat pinggang dari Bali itu menjadi tali kamera yang ia ciptakan. Ia bekerja 18 jam sehari. “Saya hanya keluar (mobil) kalau mau buang air di semak-semak,” katanya mengenang.
Sebelum idenya sempurna ia menjual tali kamera yang dibuatnya dengan menawarkannya pada peselancar yang ditemuinya di pantai-pantai. Harganya jadi berlipat. Saat membeli ikat pinggang di Bali harganya cuma US$1,9 per ikat pinggang, namun ketika sudah menjadi tali kamera, ia bisa menjualnya US$60. Ia pergi menelusuri pantai California menjajakan tali kamera bagi para peselancar. Selama empat tahun ia tinggal di VW Combinya.
Foto: petapixel.com |
Rupanya ia tak hanya menjual tali kamera, tetapi juga berniat menjual kameranya sekalian. Ia mencari kamera-kamera murah dari China lewat internet. Akhirnya ketemu yang cocok lalu mengontaknya.
“Saya tidak tahu apakah itu benar-benar perusahaan atau fiktif,” katanya. Tapi ia jalan terus. Dengan cara begitu akhirnya ia menemukan mitra yang tepat dan memproduksi kamera khusus bagi peselancar bernama GoPro.
Tahun 2004 ia sudah memproduksi kamera itu dan ikut pameran perlengkapan olahraga di San Diego. Ternyata sambutannya luar biasa. Tahun pertama saja omzetnya sudah mencapai US$350.000.
Sejak saat itu GoPro tumbuh menjadi produk kamera yang digandrungi penggemar olahraga ekstrem. Dan bahkan di saat perusahaan-perusahaan kamera lain melempem, GoPro menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Tahun 2012 penjualan GoPro mencapai US$510 juta dari penjualan 2,3 juta unit kamera. Begitu lakunya kamera GoPro, Forbes sampai menyebut perusahaan ini sebagai “The World's Hottest Camera Company” dan memasukkan Nicholas Woodman sebagai billionaire baru dengan kekayaan US$1,3 miliar (sekitar Rp12,3 triliun).
“Saya tidak tahu apakah itu benar-benar perusahaan atau fiktif,” katanya. Tapi ia jalan terus. Dengan cara begitu akhirnya ia menemukan mitra yang tepat dan memproduksi kamera khusus bagi peselancar bernama GoPro.
Tahun 2004 ia sudah memproduksi kamera itu dan ikut pameran perlengkapan olahraga di San Diego. Ternyata sambutannya luar biasa. Tahun pertama saja omzetnya sudah mencapai US$350.000.
Sejak saat itu GoPro tumbuh menjadi produk kamera yang digandrungi penggemar olahraga ekstrem. Dan bahkan di saat perusahaan-perusahaan kamera lain melempem, GoPro menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Tahun 2012 penjualan GoPro mencapai US$510 juta dari penjualan 2,3 juta unit kamera. Begitu lakunya kamera GoPro, Forbes sampai menyebut perusahaan ini sebagai “The World's Hottest Camera Company” dan memasukkan Nicholas Woodman sebagai billionaire baru dengan kekayaan US$1,3 miliar (sekitar Rp12,3 triliun).
0 komentar:
Posting Komentar